Alkisah negeriku berangkat dari kesadaran warganya untuk merdeka dari belenggu penjajah, keterbelakangan, kemiskinan, dan kesederhanaan peradaban. Sebagian warga menikmati tinggal di dataran rendah sebagai bagian dari aliran sungai dan bekas letusan gunung berapi yang terkenal mampu menyuburkan lapisan tanah. Petak-petak tanah mereka olah dan sekat untuk usaha mempertahankan kelangsungan hidup: tempat tinggal, tempat bermain, berkebun, dan tentu saja membuang sampah. Pertemuan antarmereka membuat suasana menjadi lebih ramai, penuh dinamika hidup, termasuk konflik, dendam, tipu muslihat yang memuncak pada curiga, menuduh, fitnah dan amarah. (Prolog lain seperti dalang dalam kisah pewayangan saja)
Ternyata, panorama lembah, hutan, gunung, sungai, bersama-sama bertepi di pantai laut yang berbeda jarak dan kedalamannya. Itulah persoalannya. Orang tidak mudah betah tinggal di tempatnya sendiri. Mata dan kaki cenderung ingin bergerak melihat tempat-tempat lain yang menggoda. Timbul niat ingin melihat lebih jelas, melangkah lebih jauh dan kalau bisa memilikinya, walaupun itu melampaui batas-batas kewajaran. Migrasi menjadi sebuah gaya hidup nomaden, entah musiman atau mencari peluang untuk memperbaiki taraf hidup yang selama ini telah mereka jalani. Ada yang menyiapkan diri sebaik mungkin dengan mempelajari untung rugi, ada yang mengumpulkan modal awal sebagai bekal survive di perjalanan, tetapi banyak yang bonek. Prinsip gambling dalam hidup manusia rupanya lebih banyak pengikutnya.
Tokoh pertama, orang-orang yang gila sejarah. Semua fenomena alam yang berdampak pada manusia ditelusuri pohon silsilahnya. Asalnya dari mana, termasuk kelompok mana, pola budaya dasarnya, dll. Pendeknya status harus jelas.
Tokoh kedua, orang-orang yang gila kekuasaan. Semua hal yang bisa diusahakan cenderung untuk didekati, dimiliki, dikendalikan dari jarak dekat maupun jarak jauh. Perekrutan orang-orang yang bisa dipengaruhi menjadi syarat peningkatan kekuasaannya. Wilayah, harta karun, termasuk wanita yang bisa dipilih baik secara resmi, setengah resmi, maupun yang tidak pakai resmi-resmian. (Dampaknya, sebagian wanita mampu tampil sebagai kompetitor kelompok pria yang mampu memikat, memutarbalikkan keadaan). Dalang suka bagian goro-goro ini. Napsu, keserakahan tunduk pada daya pikat keindahan, kelembutan, dan seks.
Tokoh ketiga, orang-orang yang setengah gila. Mereka ini serba tanggung dalam segala hal, termasuk eksistensinya sebagai manusia normal. Kalau pria bergaya kewanita-wanitaan, sebaliknya kalau wanita kok bergaya kepria-priaan juga. Pantas saja ada klasifikasi gender dalam bahasa fleksi: masculinum, feminim, dan neutrum.
Bagaimana dengan karakter yang tidak termasuk klasifikasi tokoh di atas?
Buatlah jawaban sendiri seperti yang engkau inginkan, jangan mau didikte orang lain yang ingin ceritanya menggunakan dasar klasifikasi orang toh! Gila! Ditanggapi serius boleh, ditanggapi tidak serius juga boleh, bahkan tidak ditanggapi juga tidak berpengaruh apa-apa. Paling-paling Anda telah rugi meluangkan waktu untuk membaca sesuatu yang tidak bermutu 100%. Di negeriku hal semacam itu masih dikatakan untung.
Pagi, siang, petang, malam, larut malam, dini hari, terus berlanjut karena peredaran tata surya. Pergeseran waktu sering dipahami secara wajar untuk setiap belahan dunia cerita. Memang ada yang berbeda pemahaman soal waktu sehingga setiap kepala negeri membuat perhitungan dan penafsiran sendiri tentang waktu. Ada yang ingin presisinya mendekati nol, tetapi ada yang malah menjauh dari limit itu sendiri. Kesepakatan jauh lebih diterima daripada kesepihakan, otoriter, dan leterlijk. Apalagi peradaban telah mampu mengeliminasi waktu dengan teknologi.
Waktu biasanya dikaitkan dengan tempat, ruang gerak, batas-batas wilayah jelajah tingkah laku yang bisa diambil. Di luar batas-batas itu, manusia telah melewati kemampuan fisik yang disebut metafisik. Di negeriku disebut paranormal atau nujum eh dukun. Apakah ini laskar Highlander?
Dari sinilah cerita ini mulai.
Ternyata, panorama lembah, hutan, gunung, sungai, bersama-sama bertepi di pantai laut yang berbeda jarak dan kedalamannya. Itulah persoalannya. Orang tidak mudah betah tinggal di tempatnya sendiri. Mata dan kaki cenderung ingin bergerak melihat tempat-tempat lain yang menggoda. Timbul niat ingin melihat lebih jelas, melangkah lebih jauh dan kalau bisa memilikinya, walaupun itu melampaui batas-batas kewajaran. Migrasi menjadi sebuah gaya hidup nomaden, entah musiman atau mencari peluang untuk memperbaiki taraf hidup yang selama ini telah mereka jalani. Ada yang menyiapkan diri sebaik mungkin dengan mempelajari untung rugi, ada yang mengumpulkan modal awal sebagai bekal survive di perjalanan, tetapi banyak yang bonek. Prinsip gambling dalam hidup manusia rupanya lebih banyak pengikutnya.
Tokoh pertama, orang-orang yang gila sejarah. Semua fenomena alam yang berdampak pada manusia ditelusuri pohon silsilahnya. Asalnya dari mana, termasuk kelompok mana, pola budaya dasarnya, dll. Pendeknya status harus jelas.
Tokoh kedua, orang-orang yang gila kekuasaan. Semua hal yang bisa diusahakan cenderung untuk didekati, dimiliki, dikendalikan dari jarak dekat maupun jarak jauh. Perekrutan orang-orang yang bisa dipengaruhi menjadi syarat peningkatan kekuasaannya. Wilayah, harta karun, termasuk wanita yang bisa dipilih baik secara resmi, setengah resmi, maupun yang tidak pakai resmi-resmian. (Dampaknya, sebagian wanita mampu tampil sebagai kompetitor kelompok pria yang mampu memikat, memutarbalikkan keadaan). Dalang suka bagian goro-goro ini. Napsu, keserakahan tunduk pada daya pikat keindahan, kelembutan, dan seks.
Tokoh ketiga, orang-orang yang setengah gila. Mereka ini serba tanggung dalam segala hal, termasuk eksistensinya sebagai manusia normal. Kalau pria bergaya kewanita-wanitaan, sebaliknya kalau wanita kok bergaya kepria-priaan juga. Pantas saja ada klasifikasi gender dalam bahasa fleksi: masculinum, feminim, dan neutrum.
Bagaimana dengan karakter yang tidak termasuk klasifikasi tokoh di atas?
Buatlah jawaban sendiri seperti yang engkau inginkan, jangan mau didikte orang lain yang ingin ceritanya menggunakan dasar klasifikasi orang toh! Gila! Ditanggapi serius boleh, ditanggapi tidak serius juga boleh, bahkan tidak ditanggapi juga tidak berpengaruh apa-apa. Paling-paling Anda telah rugi meluangkan waktu untuk membaca sesuatu yang tidak bermutu 100%. Di negeriku hal semacam itu masih dikatakan untung.
Pagi, siang, petang, malam, larut malam, dini hari, terus berlanjut karena peredaran tata surya. Pergeseran waktu sering dipahami secara wajar untuk setiap belahan dunia cerita. Memang ada yang berbeda pemahaman soal waktu sehingga setiap kepala negeri membuat perhitungan dan penafsiran sendiri tentang waktu. Ada yang ingin presisinya mendekati nol, tetapi ada yang malah menjauh dari limit itu sendiri. Kesepakatan jauh lebih diterima daripada kesepihakan, otoriter, dan leterlijk. Apalagi peradaban telah mampu mengeliminasi waktu dengan teknologi.
Waktu biasanya dikaitkan dengan tempat, ruang gerak, batas-batas wilayah jelajah tingkah laku yang bisa diambil. Di luar batas-batas itu, manusia telah melewati kemampuan fisik yang disebut metafisik. Di negeriku disebut paranormal atau nujum eh dukun. Apakah ini laskar Highlander?
Dari sinilah cerita ini mulai.
Komentar
Posting Komentar