Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2009

MUSIM HUJAN

Aha, bulan Desember benar-benar dihujani air dari langit. Setelah sekian lama hujan tak sesuai musim datangnya di beberapa tempat di Indonesua, beberapa hari ini air melimpah tercurah. Pertanda apakah ini? Ya, kalau memang mau turun hujan ya sebaiknya mudah diperkirakan pergerakannya sehingga orang kembali percaya peribahasa: Sedia payung sebelum hujan. Kelimpahan hujan bisa kita terima dengan berbasah-basah ria, bukan kepalang basah. Semestinya ramalan cuaca kembali dibaca dan dipertimbangkan kepentingannya. Terima kasih para pemerhati cuaca, tugas layanan Anda sangat bermanfaat bagi kami pejalan hujan. Terima kasih Saudara Pawang yang selalu mencermati arah angin yang membawa awan berpotensi hujan di jalan. Ritualmu semakin menguatkan kami bahwa keseimbangan atau keharmonisan semesta menjadi bagian hidup, tatanan, dan perubahan waktu. Bagiku, musim hujan tak usah ditolak karena orang semakin disadarkan akan kedewasaan menerima hujan meski harus menggerutu ketika memakan waktu kita te

TAWURAN

Amarah yang bertingkat-tingkat, dendam yang menumpuk seperti api dalam sekam. Secara lahir kadang tidak menunjukkan gelagat patut dicurigai. Semua berjalan seperti biasa, mengalir, lancar, tanpa gesekan. Lalu tiba-tiba gelombang pasang tsunami menggelegak di jalan-jalan, hujan batu, desing parang, pentungan dan ceceran darah manusia tak terbendung lagi. Begitu sering terjadi, begitu mudah tersulut, hanya persoalan yang semestinya dapat diselesaikan tanpa kerusakan dan kerugian lebih besar. Energi terbesar manusia untuk merekonstruksi peradaban menjadi mosaik relief yang berkualitas yang bisa diwariskan kepada generasi penonton dan generasi penyambung garis keturunan seyogyanya ditunukkan gambar hidup yang enak dinikmati sambil makan dan minum di teras rumah, di halaman sekolah, dan di sepanjang panggung kehidupan. Energi destruktif tak pernah berbuah menyenangkan untuk segala generasi. Hanya memumpuk puing-puing dan fosil nestapa yang bila diceritakan kembali dalam gambar memori realis

CELAKA 2012

Masyarakat penggemar film disuguhi cerita tentang kiamat pada mitologi Maya bahwa 21 Desember 2012. Ide dasarnya tentu penafsiran penulis skenario film yang mencoba memahami fenomena alam, ilmu pengetahuan, sosial, dan perkembangan budaya. Teknologi digital meramaikan manipulasi visualisasi gambar menjadi imaji yang booming ketika bertemu dengan sense of bussines. Penonton dengan latar belakang yang berbeda wilayah dan kultur harus menerima ide pembuat film suka atau tidak suka. Dengan pola pikir merdeka sebenarnya orang ditantang pada pilihan prinsip hidupnya sendiri: tegar, bimbang, atau ikut arus efek rasa gambar. Dengan pola rasa religiositas sebenarnya orang disadarkan kembali akan adanya garis final kehidupan manusia di belahan bumi manapun untuk bersedia mati dalam untung dan malangnya sendiri. Jangkauan pikiran manusia bisa digunakan dalam lingkup terbatas sesuai alamnya, atau bisa dimaksimalkan untuk meramalkan kemungkinan kurun waktu yang akan datang sesuai imajinasi konstruk

MEMBANGUN KONFLIK DAN PENGAMPUNAN

Bermunculan konflik kepentingan di antara kita, berkecamuk opini pro dan kontra atas konflik yang berkembang. Maka, bertambahlah forum konflik di mana-mana memenuhi ruang pikir dan rasa publik. Angin berbisik ke telinga, matahari menggantang permukaan bumi tanpa ampun, permukaan air mendidih menimbulkan gelombang, pusat bumi demam tak tertahankan dan lari ke gunung-gunung yang masih membuka dapur umum, dan orang-orang bergerak memasuki kota, menggelandang di jalan, berteriak lantang di gerbang. Demonstrasi di mana-mana. Tuntutan ada di mana-mana. Tayangan televisi pun jadi penuh berita. Kritik terhadap pemegang kekuasaan negeri ini seperti banjir saat hujan mengguyur kota-kota. Masyarakat bengong menyaksikannya, bergerombol di gardu siskamling, di warung pinggir jalan, di teras rumah saat bertamu, dan di pasar-pasar saat menunggu barang dagangan. Pendidikan formal dan nonformal harus menjadi acuan dasar masyarakat majemuk untuk membangun bangsa yang kuat. Pendidikan formal sekarang leb

HARI PAHLAWAN, 10 NOVEMBER

Selain pembicaraan di media, tak terasa greget masyarakat menyambut peringatan ini. Peristiwa heroik Surabaya yang mengubah bendera merah putih biru menjadi merah putih saja tetap berkibar di puncak tiang tersamar pada tumpukan gejolak batin masyarakat kini menghadapi keadaan. Surabaya tetap kota pahlawan, tetapi perjuangan Bung Tomo belum selesai sebagai pejuang. Kejuangan arek-arek Surabaya yang powerfull tak mencairkan pengakuan kepahlawanan tokoh pelakunya. Ini fakta dokumen yang harus terus dikaji saat peringatan kembali dikenang di negeri ini. Jiwa-jiwa muda tumpah darah ini adalah semangat batin kemerdekaan atas belenggu-belenggu ketidakadilan. Bila gambaran generasi muda yang terungkap tak lagi mencerminkan semangat energi positif memajukan peradaban, membangun struktur dan infrastruktur yang ada, kesadaran pluralisme, cinta tanah air, serta mewujudkan cita-cita stakeholder sesuai pebukaan UUD 1945 sebagai harga mati; barangkali kita telah menggiring opini dan rasa pada sikl

PENDIDIKAN YANG TERGADAI

Setelah projek SD inpres berakhir, dan banyak gedungnya beralih fungsi karena sekolah ditutup, bermunculanlah sekolah alternatif. Selain bertujuan untuk memberikan kesempatan belajar sejak usia dini, sekolah alternatif juga memberikan peluang hidup lebih variatif di tengah kompetisi tuntutan zaman. Kemudian SPG ditutup, IKIP bergeser ke Universitas, dan biaya pendidikan semakin terasa mencekik saudara sendiri. Lembagai pendidikan luar negeri menggaet kerja sama kemitraan yang lebih mengglobal. Tiba-tiba kemarin mataku terbelalak memandangi iklan Senin, 2 November 2009 di salah satu surat kabar nasional: SEKOLAH DIJUAL sebuah sekolah swasta sudah berjalan +/- 8 tahun terletak di Batam dengan luas tanah 3 Ha terdiri dari 68 kelas dengan jumlah murid 3000 orang dari TK sampai SMA & SMK. Masih berjalan dengan sangat baik dan menguntungkan serta memiliki prospek yang sangat baik. Yang berminat hubungi: PO.BOX2752 JKP 10027 Tanpa Perantara Berseliweran pertanyaan membentuk daftar wawanca

PESTA BATIK

2 Oktober 2009 ditetapkan pemerintah sebagai Hari Batik Nasional. Gebrakan ini ditampilkan untuk mengesahkan beberapa gejala klaim karya cipta budaya negeri oleh negara lain yang marak. Bila dilacak se-Nusantara ini ada cukup banyak motif batik dalam sentuhan tradisional, modern, maupun post modern. Hampir tiap daerah punya ciri etniknya sendiri. Kota-kota seperti Yogya, Solo, Pekalongan, Cirebon, Denpasar, Palembang, Lampung, Bengkulu adalah sebagian yang saya kenal memiliki sejarah batik selain tenun. Tidak mengecilkan kota lain yang belum disebut, namun memiliki corak batik adalah sebuah harta masyarakat yang mengaku NKRI dengan "Bhinneka Tunggal Ika"-nya. Lha kalau dalam hal ini mampu kembali merekatkan friksi kehidupan berbangsa, kenapa tidak bercermin pada 'kaca paesan' bernama keragaman budaya? Tentu bungkus saja tidak cukup menggambarkan isi secara utuh, bahkan beda jauh. Maka, keselarasan yang dibangun dari bungkus terus ke isi akan sangat dinantikan oleh gen

ANGGAPLAH

Heran, orang berbicara keras-keras pada saat orang lain beranjak tidur. Heran, orang membuka knalpot kendaraannya keras-keras saat orang jenuh mendengar suara bising. Orang memperdengarkan alunan bunyi musik keras-keras di antara orang yang tak berselera musik. Dan Orang berpikir keras untuk membunuh orang lain dengan berbagai alasan emosional tak tertahankan untuk sebuah puncak kepuasan sesaat. Para petugas ketertiban kewalahan menjalankan tugas perintah komandan lapangan. Mereka langsung berhadapan dengan rakyat yang mengejar peluang tetap hidup di tengah fluktuasi zaman yang tak mereka pahami berpihak kepada siapa. Sirine meraung-raung memecah kemacetan di jalanan. Potensi kebakaran menyebar ke berbagai sudut permukiman dan lahan kering musim kemarau. Ledakan petasan mengejutkan suasana hidup tenang. Dan tiba-tiba bencana gempa kembali melanda, meluluhlantakkan rumah-rumah, pekarangan, instalasi, melumat tubuh lemah, mengubur kenangan indah kehidupan. Matahari berselubung asap. Jadw

KECEPATAN MEMBACA ANGIN

Orang berbondong-bondong memacu kendaraannya di jalan raya, di jalan tol, di jalan kampung, di jalan setapak karena merasa telah membayar pajak kepada negara. Mereka berupaya secepat mungkin dapat sampai pada tujuan yang diinginkan, walaupun mengabaikan keselamatan dan kenyamanan penggunanya sendiri. Orang lupa pada situasi di jalan yang ramai, orang lupa pada batas kecepatan yang diperbolehkan, orang lupa pada anak yang tiba-tiba menyeberang, orang lupa pada lubang galiannya sendiri bernama liang lahat, rumah kematian di ujung kecepatan yang mampu ditempuhnya dengan gagah berani. Angin bertiup semilir di atas permukaan laut yang tenang, membentang gundukan bukit-bukit jauh tujuan penyeberangan selanjutnya. Nakhoda menuntun kapal dengan navigasi panduan standar keselamatan. Dan ombak menepi ke arah buritan, meninggalkan sepi di dermaga keberangkatan. Percakapan para nelayan yang tak pernah berakhir sebelum kembali membawa tangkapan ikan dan kulit legam. Pantai itu masih mengundang pela

KOMUNITAS KERE(N)

Judul-judul di Kompas beberapa kali bergaya seperti judul tulisan saya ini. Saya termasuk pengekor aja dulu seperti teori imitation yang saya peroleh di bangku kuliah sebelum punya gaya sendiri tirulah idolamu, biarlah sementara jadi idiot kereatif. Walau harus merancang budget ketat tiap bulan dari gaji yang pas-pasan, membaca informasi aktual lewat media massa wajib hukum hariannya. Ini hidup, Bung! Trend masyarakat dalam negeri maupun luar negeri perlu dilihat, dipahami, meski tak harus diikuti sakelijk, mentah, dan halal. Fatwanya dibuat sendiri dengan disiplin ilmu kanuragan, kebatinan, dan kantong rumah tangga. Sederhana: Biarlah orang membeli petasan, rokok, ijazah, pekerjaan, jabatan, ktp, perempuan, sebagai jalan pinta(r/s); dan saya membeli koran sepulang kerja ngambilnya(meski resmi berlangganan pada tukang lapak koran pinggir jalan). Dengan begitu saya kenal banyak pengecer koran di perempatan lampu jalan, tukang parkir toko sebelah, dan pembeli koran bekas yang datang ke

ROMEO AND JULIET VERSI PALEMBANG

Kayaknya kisah klasik shakespeare, sang maestro sastra puitik London itu gaungnya universal ya. Romantika sepasang muda-mudi yang fall in love-nya begitu buta itu tak berujung kegembiraan. Mereka harus berakhir tragis sebelum usia lanjut. Mungkin kita di Indonesia perlu membuat versi cerita yang lebih membahagiakan kali ya biar ada amanat yang berpengharapan hidup sejahtera sampai akhir menutup mata... mati juga ujungnya. Koran minggu ini menguak peristiwa tragis dari palembang. Korban pertamanya selalu perempuan, seperti skenario klasik aja. Bedanya settingnya pola keluarga modern, bukan kerajaan yang feodal, monarki yang mempertahankan tradisi bibit, bobot, bebet secara kaku. Dalam sastra Indonesia sendiri dikenal cerita Sitti Nurbaya, Salah Asuhan, Sengsara Membawa Nikmat yang tidak jauh dari nuansa romanika perjodohan pada masanya; lalu yang lebih kemudian Cintaku di Kampus Biru, Arjuna Mencari Cinta, sampai Saman. Ada keharuan mendalam di dada ini, Ada emosi terpendam yang tak ter

LEMBAGA PEMASYARAKATAN TUHAN

Ketika bertemu teman napi di Nusakambangan beberapa tahun lalu, ia bercerita banyak tentang masa senggangnya di pulau khusus permukiman kembali tahanan dari berbagai daerah lain dan berbagai kasus pelanggaran hukum positip yang sudah diputus hakim pengadilan negara. Seperti halnya tokoh Robinhood yang ganteng dari hutan Sherwood, ia dikenal warga sebagai pemuda bertemperamen sosial tinggi. Keprihatinan kampung dalam menghadapi gejolak krisis dihadapinya dengan aliran dana segar yang memberi harapan keluar dari kemelut. Keluarganya termasuk keluarga berkecukupan. Saudara-saudaranya tak ada yang menganggur walau tidak semua bekerja di kantor atau perusahaan. Mereka ini membuka wira usaha sendiri, bahkan merekrut teman sekampung untuk terlibat aktif memperbaiki kesejahteraan hidup ala kampung yang penuh kesibukan. Keuletan kerja mereka tak perlu diragukan, modal dasar mereka sekolahan yang cukup disegani. Apalagi modal dana keuntungan yang berhasil mereka himpun, cukup untuk membiayai sek

LADANG GANJEN DAN NYEYES

Pertama kali menginjakkan kaki di kota pempek, Palembang, tahun 1992 (walaupun sebelumnya lewat aja karena terus kerja ke Pulau Bangka) saya cari info di media lokal bernama Sripo alias Sriwijaya Post, grup koran kelompok Kompas Gramedia. Pada salah satu rubrik khasnya tertera gaya karikatur yang menampilkan tokoh keluarga ayam(chicken) berbadan telanjang dan kepala plontos. Itulah awal perkenalan saya pada 'Ayam Nyenyes dan kosa kata Ganjen'. Dua kata produk Sumsel ini kemudian berbaur dengan kehidupan saya sehari-hari ketika bertemu dengan orang-orang di kota ini. Beberapa kali juga saya sempatkan berkeliling ke lorong-lorong kampung dengan naik sepeda onthel sambil berolahraga sore atau saat waktu senggang saja. Hasilnya luar biasa. Ada gayung bersambut, ada dulmuluk, ada dulsawan, ada telok abang, ada perahu ketek, ada pempek lenjer sampai pempek kapal selam, ada bujang gadis, ada perahu bidar, ada tari tanggai, ada makam bagus kuning, kawah tengkurep, bukit siguntang, kamb

MENDEKATI AKHIR BULAN

Masa kanak-kanak tidak kita sadari kalau ekonomi keluarga itu pasang surut dalam pengelolaan anggaran. Orang-orang dewasa yang sudah bekerja baik tetap maupun tidak tetap akan mendapat upah yang harus dibagi-bagi untuk anggota keluarganya sampai pemerolehan dana tetap berikutnya. Beruntunglah kalau di sana-sini ada tambahan penghasilan yang bisa dipertanggungjawabkan asal-usulnya. Almarhum ayahku, dulu seorang PNS golongan IId sampai beliau meninggal, dan pensiun sebelum meninggal untuk beberapa tahun terakhir. Sampai sekarang uang pensiun diterima oleh ibuku untuk bertahan hidup di kota kelahiran Jogyakarta. Dengan delapan anak, orang tuaku mencoba bertanggung jawab penuh terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, bahkan spiritualitas keluarga. Tak peduli timingnya tepat atau tidak, anak-anak selalu meminta terpenuhinya kebutuhan sesaat yang mendesak untuk dikabulkan saat itu juga. Belum terpikir bahwa kantong orang tua bisa kempes bahkan kosong melompong, padahal hidup

TRANSAKSI PANTAI-PANTAI

Betapa ganasnya laut lepas, menggulung ombak-ombak, membentur karang, juga pasir menikung landai di antara hempasan buih berisik sampai mengering dibakar matahari. Pantai laut selatan Jawa dikenal masyarakat menyimpan tenaga misteri kerajaan bawah air. Teori ilmu kelautan tidak dapat menyelami kedalaman makna laut ini. Petani nelayan yang berjiwa laut punya ritual khusus untuk memulai dan mengakhiri kerja kesehariaannya. Di situlah kiranya harapan untuk tetap hidup bagi mereka adalah mengabdi pada laut. Kekayaan laut yang membentang perlu dikelola dengan arif, tapi siapa manajer kelautan? Apakah dia berjiawa pelaut seperti gambaran nenek moyang dahulu? Daratan ternyata hanya sebagian dari hamparan lautan yang mengelilingi. Pada suhu minus, air laut membeku di kutub utara dan selatan, yang katanya semakin mencair dalam pemanasan global abad ini. Ancaman bahwa daratan pantai akan cepat tenggelam, pulau-pulau kecil akan terendam, menimbulkan alarm gelombang tsunami mengerikan yang sewaktu

KERAJAAN SAMADI

Raja tua mangkat, digantikan oleh raja muda pewaris tahta dari permaisuri. Suksesi memang harus terjadi seiring regenerasi. Pada saat raja tua menjelang ajal, banyak rerasan di antara yang datang pisowanan tentang siapa dan bagaimana menghadapi situasi zaman ke depan. Kelompok sepuh suka bernostalgia tentang keterlibatannya pada masa jaya, sedangkan kelompok muda bicara teknologi persenjataan untuk perdamaian. Bahan bakar minyak telah dikonversikan menjadi bahan bakar gas. (Di tingkat rakyat perubahan itu membawa petaka ledakan dan kelangkaan stok di tingkat agen). Tungku batu harus diganti dengan kompor, selang dan regulator. Rakyat tidak diajari faktor safetynya. Biar berlaku strategi trial and error aja, kata pengusaha gas. Minyak kemana? diekspor untuk devisa, milik BUMN untuk diperdagangkan dan bukan dikonsumsi secara murah. Lokasi kerajaan selalu berada pada pusat atau sentra aktivitas yang dikelilingi benteng penjagaan sekaligus sebagai badan sensor terhadap ancaman luar. Tempa

CERITA YANG MEMANG MELAYU

Alkisah negeriku berangkat dari kesadaran warganya untuk merdeka dari belenggu penjajah, keterbelakangan, kemiskinan, dan kesederhanaan peradaban. Sebagian warga menikmati tinggal di dataran rendah sebagai bagian dari aliran sungai dan bekas letusan gunung berapi yang terkenal mampu menyuburkan lapisan tanah. Petak-petak tanah mereka olah dan sekat untuk usaha mempertahankan kelangsungan hidup: tempat tinggal, tempat bermain, berkebun, dan tentu saja membuang sampah. Pertemuan antarmereka membuat suasana menjadi lebih ramai, penuh dinamika hidup, termasuk konflik, dendam, tipu muslihat yang memuncak pada curiga, menuduh, fitnah dan amarah. (Prolog lain seperti dalang dalam kisah pewayangan saja) Ternyata, panorama lembah, hutan, gunung, sungai, bersama-sama bertepi di pantai laut yang berbeda jarak dan kedalamannya. Itulah persoalannya. Orang tidak mudah betah tinggal di tempatnya sendiri. Mata dan kaki cenderung ingin bergerak melihat tempat-tempat lain yang menggoda. Timbul niat ingi