Prolog: Meski dalam lakon tidak tampil, tokoh wayang Gatotkaca dipilih sang dalang untuk menandai dimulainya pertunjukan wayang ini. Barangkali karena kerajaan Pringgadani, asal tokoh idola ini jago terbang.
Resume: Masa kanak-kanak dan pertumbuhan keluarga Pandawa sangat berpengaruh pada pembentukan karakter masing-masing pribadi Puntadewa, Permadi, Bratasena, Nakula, dan Sadewa. Hidup nomaden dalam penyamaran dan pembuangan dari kerabat sendiri sungguh menempa urat nadi kehidupan pewaris tahta Pandu.
Untuk mendirikan wilayah kerajaan Amarta, Bratasena harus bekerja keras membuka hutan Wanamarta yang ternyata menjadi bagian kerajaan Indraprastha dan sarang para makhluk halus penunggu hutan. Di luar itu ternyata Arimbi, adik raja Arimba dan Brajadenta dari Pringgadani, mencari jodohnya dalam mimpi ke hutan Wanamarta.
Kedigdayaan pasukan lelembut tak berhasil dijinakkan tanpa bantuan pelindung Pandawa, sang Punakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Sialnya, mantra ajian Puntadewa yang mampu menandingi kesaktian raja Yudhistira tak diingat lagi sehingga tak bisa digunakan. Semar menyarankan senjata andalan lain berupa Jamus Kalimasada, dan terbukti para makhluk halus itu lumpuh oleh ajian ini. Mereka bertobat dan bersedia mendukung niat Pandawa mewujudkan kerajaan baru di Indraprastha.
Kemelut berikut datang dari Arimbi, yang wujud awalnya ber'casing' tidak menarik tetapi sangat mendambakan satia gagah Bratasena. Tentu saja niat luhurnya untuk mempersunting darah Pandawa ditolak mentah-mentah. Berkat bantuan sentuhan Kunthi, ibu para Pandawa yang tulus mendampingi suka duka putra-putranya, Arimbi di'sidikara' dirias, didandani jadi putri cantik jelita yang mampu meluluhkan ketegaran hati para putra Pandu.
Arimba dan Brajadenta sebagai saudara tua sekaligus dendam lama mendiang orang tuanya yang menjadi musuh utama Pandu menolak keinginan Arimbi. Perang cinta dan dendam ini juga menyudutkan kekuatan para Pandawa pada titik nadir. Satu-satunya jalan Bratasena mendesak Arimbi untuk menunjukkan sisi kelemahan kakandanya sendiri, Arimba, sebagai bentuk pilihan cinta sejatinya. Tentu saja, Arimba dengan mudah dilumpuhkan dan mati dihempaskan pada tonggak kayu. Karena raja Arimba mati, pasukan Pringgadani takluk kepada Pandawa. Mereka diminta kembali ke kerajaan untuk menguburkan rajanya.
Epilog: Sebagai penikmat budaya tentu maklum akan nilai yang terkandung dalam kisah pewayangan di atas. Orang boleh menafsirkan dan mengapresiasikan sendiri menurut prinsip hidup dan keyakinannya. Satu hal yang patut dikembangkan adalah ikut melestarikan budaya sendiri dengan menempatkan seni pada konteks kekinian. Generasi muda bangsa jangan mabuk pada gelombang seni modern yang terus menggempur sendi keseharian kita. Bagaimana bisa mencintai budaya bangsa sendiri jika kita sendiri alergi bahkan asing terhadap pengenalan budaya nusantara.
Betapa pun susahnya ini perlu diperjuangkan juga di zaman menrdeka dan globalisasi.
Resume: Masa kanak-kanak dan pertumbuhan keluarga Pandawa sangat berpengaruh pada pembentukan karakter masing-masing pribadi Puntadewa, Permadi, Bratasena, Nakula, dan Sadewa. Hidup nomaden dalam penyamaran dan pembuangan dari kerabat sendiri sungguh menempa urat nadi kehidupan pewaris tahta Pandu.
Untuk mendirikan wilayah kerajaan Amarta, Bratasena harus bekerja keras membuka hutan Wanamarta yang ternyata menjadi bagian kerajaan Indraprastha dan sarang para makhluk halus penunggu hutan. Di luar itu ternyata Arimbi, adik raja Arimba dan Brajadenta dari Pringgadani, mencari jodohnya dalam mimpi ke hutan Wanamarta.
Kedigdayaan pasukan lelembut tak berhasil dijinakkan tanpa bantuan pelindung Pandawa, sang Punakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Sialnya, mantra ajian Puntadewa yang mampu menandingi kesaktian raja Yudhistira tak diingat lagi sehingga tak bisa digunakan. Semar menyarankan senjata andalan lain berupa Jamus Kalimasada, dan terbukti para makhluk halus itu lumpuh oleh ajian ini. Mereka bertobat dan bersedia mendukung niat Pandawa mewujudkan kerajaan baru di Indraprastha.
Kemelut berikut datang dari Arimbi, yang wujud awalnya ber'casing' tidak menarik tetapi sangat mendambakan satia gagah Bratasena. Tentu saja niat luhurnya untuk mempersunting darah Pandawa ditolak mentah-mentah. Berkat bantuan sentuhan Kunthi, ibu para Pandawa yang tulus mendampingi suka duka putra-putranya, Arimbi di'sidikara' dirias, didandani jadi putri cantik jelita yang mampu meluluhkan ketegaran hati para putra Pandu.
Arimba dan Brajadenta sebagai saudara tua sekaligus dendam lama mendiang orang tuanya yang menjadi musuh utama Pandu menolak keinginan Arimbi. Perang cinta dan dendam ini juga menyudutkan kekuatan para Pandawa pada titik nadir. Satu-satunya jalan Bratasena mendesak Arimbi untuk menunjukkan sisi kelemahan kakandanya sendiri, Arimba, sebagai bentuk pilihan cinta sejatinya. Tentu saja, Arimba dengan mudah dilumpuhkan dan mati dihempaskan pada tonggak kayu. Karena raja Arimba mati, pasukan Pringgadani takluk kepada Pandawa. Mereka diminta kembali ke kerajaan untuk menguburkan rajanya.
Epilog: Sebagai penikmat budaya tentu maklum akan nilai yang terkandung dalam kisah pewayangan di atas. Orang boleh menafsirkan dan mengapresiasikan sendiri menurut prinsip hidup dan keyakinannya. Satu hal yang patut dikembangkan adalah ikut melestarikan budaya sendiri dengan menempatkan seni pada konteks kekinian. Generasi muda bangsa jangan mabuk pada gelombang seni modern yang terus menggempur sendi keseharian kita. Bagaimana bisa mencintai budaya bangsa sendiri jika kita sendiri alergi bahkan asing terhadap pengenalan budaya nusantara.
Betapa pun susahnya ini perlu diperjuangkan juga di zaman menrdeka dan globalisasi.
Komentar
Posting Komentar